Saturday, April 6, 2013

My Destiny [Fanfiction]





Saat sedang nonton anime yang berjudul "Angel Beats!/エンジェルビーツ" saya teringat salah satu scene yang cukup menyentuh hati. kalian bisa nonton sendiri :') saya hanya akan menceritakan singkat saja... jadi, selamat menikmati!
 x x x
Namaku Yui

Aku berbeda dengan gadis gadis lain diluar sana, mungkin... jika aku bisa berjalan, umurku setara dengan anak sekolah menengah atas yang sering ku lihat dari jendela kamar itu, 16 tahun. namun karena kecelakaan saat umurku empat tahun, aku harus mendekam dikasur kamar, tidak melakukan apa apa.

Saat umurku empat tahun, terjadi kejadian yang tak diduga, yaa sebuah mobil menabrakku dari belakang, jadilah aku lumpuh total, mungkin karna membentur tulang belakang. sejak saa itu aku melewati hari hariku seperti ini dirumah sakit, di kamar itu, melihat melalui jendela, melihat langit, dan melihat kegelapan saat tidur~

Terkadang aku sempat mengeluh kalo Tuhan tidak adil, ini bukanlah kehidupan yang kuinginkan, ingin rasanya aku lari dari kenyataan dan mengutuk takdir, namun ibu yang selalu merawatku pasti sedih melihat aku menyesli itu.

Apakah suatu hari, aku akan menemukan sesuatu yang berharga yang membuatku bertahan dikehidupanku

My Destiny

Hari ini, seperti hari hari sebelumnya dalam kehidupan Yui. Namun hari ini ada sesuatu yang terjadi yang merubah semuanya.

Awalnya Yui hanya membaca buku sambil sesekali menatap langit langit yang bergerak mengikuti arahnya angin. Namun perlahan Yui melihat sesuatu yang mendekat ke arah jendela, putih,bulat dan semakin lama semakin dekat, dan.....

PRANG!!!!

"bola baseball?" gumam Yui perlahan, kebetulan bola itu mengarah tepat tangan Yui, jadi mudah untuk Yui menangkapnya.

mendadak pintu kamar terbuka dan ibunya Yui datang menghampiri Yui.

"Yui-chan, suara apa itu ? ada apa ?"

"ini bu, bola baseball masuk kemari"

Yui menunjukkan benda bundar asing di tangannya tersebut pada ibunya. Ibu Yui melihat dan meneliti bola tersebut sebelum kembali menyerahkannya ke arah Yui. Maklum, di dekat rumah itu ada lapangan terbuka, jadi kemungkinan ada benda keras seperti itu masuk ke rumah sakit juga ada.

"Tunggu sebentar ya, Yui-chan." Sang ibu berkata.

Ibu Yui pun pergi dari kamar, Yui hanya diam membelai bola yang masuk ke kamarnya tersebut, ia baru tahu kalau bola baseball itu berstruktur kasar dan berat. Tak terlalu lama, ibunya kembali datang membawa orang asing—

—Pemuda berambut biru gelap yang tegap, lengkap dengan kostum pemain baseball dan topi. Manik ungu-sepianya terlihat berkilat.

"Pe—Permisi!" ucapnya malu-malu.

Pemuda itu melempar senyum ke arah Yui, Yui membalasnya dengan senyum. Baru pertama kalinya ada orang lain selain keluarganya atau dokter masuk kemari untuk menemuinya. Senyum tulus terpancarkan, rasanya Yui sendiri belum pernah tersenyum seperti itu selama hidupnya kepada orang asing di sekitarnya.

"A, aku Hideki Hinata." ucapnya jelas. "Aku kemari untuk mengambil bola itu."
x x x

Hari itu, aku bertemu dengan senpai akibat sebuah bola
Tidak kusangka hari itu begitu berarti
Sebuah awal yang tak pernah kupikirkan,
Ataupun sebuah pertemuan yang menjanjikan,
Semua dimulai.

x x x




Entah sejak kapan, mereka berdua—tepatnya Hideki Hinata—sering datang tanpa alasan ke rumah sakit tersebut untuk menjenguk Yui. Hinata duduk di kelas 2 di sebuah SMA, sehingga Yui lebih senang memanggilnya dengan embel '-senpai'. Hinata seringkali menceritakan jenaka, kehidupannya atau berita konyol lain. Ekspresi Yui makin hari semakin cerah, bagai bertemu pagi yang baru. Ibu Yui sendiri bahagia dengan kehadiran Hinata disana, seperti bukan orang luar lagi di kehidupan mereka.
"Hei, senpai..."
"Hm, ada apa?"
Kala itu Hinata tengah memotong apel untuknya dan juga Yui, hari itu ibu Yui tengah pergi ke suatu tempat dan tidak bisa ada di sana.
"Kenapa senpai...sering kemari?" pertanyaan itu terlintas di benaknya sejak tadi.
"Eeh, memangnya kenapa?" Hinata memakan satu potong apel. "Tidak ada alasan khusus kok? Aku cuma senang saja kemari."
"Begitu..." manik Yui melihat ke arah bawah. "Apa senpai tidak bosan? Bukannya senpai punya teman-teman lain—seperti Otonashi-senpai, Noda-senpai, seluruh orang yang senpai ceritakan?"
Mendengar hal tersebut, Hinata hanya tersenyum sebagai reaksi. Ia menaruh apel yang ia pegang dan mengelus surai merah muda Yui, sedikit mengacak-acaknya.
"Hahaha, tidak, aku tidak bosan kok." Hinata nyengir. "Bicara denganmu itu hal menyenangkan, lho?"
x x x

Daur kehidupanku mulai berjalan seperti itu,
Keberadaan senpai membuat cat hitam di kehidupanku luruh,
Terkadang, beberapa teman senpai juga mendatangiku,
Pernah aku diajak bernyanyi bersama Iwasawa-senpai,
Pernah aku diajak jalan-jalan oleh Otonashi-senpai,
Semua karena keberadaan Hinata-senpai,
Senpai juga membantu ibuku mengurusku,
Ibu lebih sering tersenyum bahagia karenanya,

x x x

Suatu hari, Hinata sore itu tengah mengajak Yui jalan-jalan dengan kursi roda di pelataran rumah sakit. Dedaunan sakura berterbangan satu-persatu, seakan menyambut kedatangan mereka. Sudah sekian lama mereka menghabiskan waktu seperti ini bersama, kadang ada yang pahit, ada yang manis, ada juga yang lebih manis.
Sore itu, langit tengah teduh namun cerah, suasana yang sangat bersahabat untuk sedikit bersantai.
"Lihat! Itu Rakun yang waktu itu kita injak!" Hinata menunjuk salah satu pohon kenari.
"Ahahaha, senpai ingat saja." Tawa renyah keluar dari bibir Yui.
Pembicaraan yang lambat dan menyenangkan, itulah yang biasa mereka habiskan bersama. Namun, seiring waktu, ada saja hal yang dipikirkan oleh Yui. Keterbatasannya sudah banyak merepotkan orang lain, terlebih lagi Hinata yang sudah lumayan lama ada di sampingnya. Tapi ada juga rasa—sebuah emosi abstrak di dalam nuraninya—
(-Untuk memiliki.)
"Senpai."
"Hmm?"
"Apa senpai punya cita-cita?"
"Yaah~ aku ingin menjadi pemain baseball profesional—tapi kalau ada yang sadar dengan ketampananku dan menjadikan aku model juga tidak masalah~"
"Ahahaha, tidak mungkin itu terjadi!"
"Hmph, kan boleh saja bermimpi." Hinata membusungkan dada, masih berjalan dengan irama tetap. "Kau sendiri, kau punya cita-cita apa, Yui?"
"Aku..." entah kenapa suaranya tercekat di tenggorokan. "Aku ingin menikah."
Hening.
"Tapi—a, aku tidak bisa melakukan apa-apa, aku juga tidak bisa berdiri ataupun berjalan—aku tidak mampu melakukan apapun sendiri. Pasti tidak ada seorangpun yang mau—"
"Ada."
Hinata berhenti, ia lalu bergerak ke arah depan kursi roda, berlutut di depan Yui. Ungu sepia menatap merah muda, seakan memberikan sebuah arti.
"Aku akan menikahimu!" maniknya berkilat. "Aku serius."
Kedua bola matanya terbelalak.
"Senpai—tidak usah menghiburku, aku tahu semua itu tidak mungkin karena aku—"
"Kubilang aku serius!" pekiknya lagi. "Tidak peduli kau tidak bisa berjalan, ataupun kau tidak bisa punya anak sekalipun, aku tetap akan menikahimu!"
Mulut Yui yang tadinya membuka kini menutup menjadi sebuah garis, terdiam karena perkataan Hinata.
"Aku akan terus berada di sampingmu." Perlahan, air mata Yui turun, Hinata pun mendekatkan tangannya dan menghapus air mata Yui. "Karena kau adalah Yui yang kucintai."

x x x

Mendengar itu, aku senang
Merasakan itu, aku melayang
Hinata-senpai
Terima kasih sudah menyayangiku, selamanya.

The End

No comments:

Pasang Emoticon

Post a Comment

f
Crossed Red Kunai - Naruto